Menurut Kottler (2000),
merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan ataupun kombinasinya dari
hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang dari
seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Aaker (Simamora, 2001) mengemukakan setidaknya terdapat sedikitnya tiga nilai
yang diberikan oleh merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional, dan nilai
ekspresi diri. Nilai fungsional diperoleh dari atribut-atribut produk. Nilai
fungsional bersifat relatif. Sedangkan nilai emosional menyangkut persaan
positif saat konsumen membelli, menggunakan, menikmati atau mengkonsumsi merek
tertentu.
Definisi
lain, merek adalah nama atau simbol yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber
dari suatu produk. Ketika mengembangkan produk baru, merek adalah sebuah
keputusan penting. Merek dapat menambah nilai yang signifikan bila dikenal
dengan baik dan memiliki asosiasi positif di benak konsumen. Konsep ini disebut
sebagai ekuitas merek.
Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang bergantung
pada asosiasi yang dibuat oleh konsumen. Aaker (1991) mendefinisikan sebuah asosiasi merek adalah
segala sesuatu yang terhubung dalam memori untuk sebuah merek. Citra merek
adalah seperangkat asosiasi terorganisir. Brand positioning adalah seperti
asosiasi atau gambar, tapi termasuk referensi, yang biasanya kompetisi, dan
tidak mencerminkan persepsi konsumen terhadap merek. Posisi merek tidak
mencerminkan bagaimana sebuah perusahaan sedang mencoba dipandang. Sebuah merek
yang kuat memiliki daya tarik secara kompetitif dan posisi yang berbeda yang
didukung oleh asosiasi yang kuat (Aaker 1991). Kemudian aaker mengidentifikasikan empat
dimensi dari ekuitas merek dalam lima
kategori, yaitu:
1. Loyalitas merek ( Brand
Loyalty)
2. Kesadaran merek ( Brand
Awareness)
3. Kesan kualitas
(Perceived Quality)
4. Asosiasi merek (Brand
Association)
Assael
membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat
keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek (Henry Assael, 1987). Sehingga dapat dikatakan terdapat dua kategori
pengambilan keputusan: pengambilan terbatas pada situasi dengan keterlibatan
rendah dan pengambilan keputusan yang diperluas pada situasi dengan
keterlibatan tinggi (Herbert Krugman, 1983)
Tabel 2
Empat Jenis Perilaku Pembelian
Konsumen
|
Keterlibatan tinggi
|
Keterlibatan rendah
|
Perbedaan besar antar merek
|
Perilaku pembelian yang
rumit
|
Perilaku pembelian yang
mencari variasi
|
Perbedaan kecil antar merek
|
Perilaku pembelian yang
mengurangi ketidaknyamanan
|
Perilaku pembelian yang
rutin/biasa
|
Customer-based brand equity adalah pengaruh
differensial yang dimiliki oleh suatu ekuits merek akibat kesesuaiannya dengan
nilai yang dimiliki pelanggan sehingga merek tersebut dapat memberikan superior customer value. Satu merek
memiliki customer-based brand equity yang positif apabila diidentifikasikan
sebagai merek yang memiliki nilai lebih dibandingkan pesaingnya. Akibatnya
adalah pelanggan lebih mudah menerima new brand
extension serta tidak sensitif terhadap kenaikan harga (Rangkuti, 2004).
Untuk mengelola agar merek bisa sukses dalam pasar, para
manajer harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Persepsi Pelanggan harus dipelajari
karena persepsi adalah dasar untuk kegiatan lain. Peningkatan
pemahaman tentang persepsi pelanggan juga penting karena telah terbukti bahwa
para manajer melihat image dari retail mereka berbeda dari pesaing mereka
(Birtwistle et al., 1999). Dengan mengetahui sikap konsumen, seorang pemasar
harus dapat (1) Memahami mengapa penjualan sekarang turun atau naik, dan (2)
meningkatkan bauran pemasaran untuk meningkatkan sikap konsumen (3) lebih
memahami bagaimana penggunaan merek dapat mempengaruhi konsumen dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian. Untuk alasan ini,
pemasar terus memantau sikap konsumen. Bahkan,
sikap konsumen mengenai merek sering secara langsung mempengaruhi apakah
konsumen akan membeli atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar