Selasa, 09 Oktober 2012

Brand equity



      Menurut Kottler (2000), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan ataupun kombinasinya dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Aaker (Simamora, 2001) mengemukakan setidaknya terdapat sedikitnya tiga nilai yang diberikan oleh merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional, dan nilai ekspresi diri. Nilai fungsional diperoleh dari atribut-atribut produk. Nilai fungsional bersifat relatif. Sedangkan nilai emosional menyangkut persaan positif saat konsumen membelli, menggunakan, menikmati atau mengkonsumsi merek tertentu.
Definisi lain, merek adalah nama atau simbol yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber dari suatu produk. Ketika mengembangkan produk baru, merek adalah sebuah keputusan penting. Merek dapat menambah nilai yang signifikan bila dikenal dengan baik dan memiliki asosiasi positif di benak konsumen. Konsep ini disebut sebagai ekuitas merek.
 Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang bergantung pada asosiasi yang dibuat oleh konsumen. Aaker (1991) mendefinisikan sebuah asosiasi merek adalah segala sesuatu yang terhubung dalam memori untuk sebuah merek. Citra merek adalah seperangkat asosiasi terorganisir. Brand positioning adalah seperti asosiasi atau gambar, tapi termasuk referensi, yang biasanya kompetisi, dan tidak mencerminkan persepsi konsumen terhadap merek. Posisi merek tidak mencerminkan bagaimana sebuah perusahaan sedang mencoba dipandang. Sebuah merek yang kuat memiliki daya tarik secara kompetitif dan posisi yang berbeda yang didukung oleh asosiasi yang kuat (Aaker 1991).  Kemudian aaker mengidentifikasikan empat dimensi dari ekuitas merek dalam lima kategori, yaitu:
1.   Loyalitas merek ( Brand Loyalty)
2.   Kesadaran merek ( Brand Awareness)
3.   Kesan kualitas (Perceived Quality)
4.   Asosiasi merek (Brand Association)

Assael membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek (Henry Assael, 1987). Sehingga dapat dikatakan terdapat dua kategori pengambilan keputusan: pengambilan terbatas pada situasi dengan keterlibatan rendah dan pengambilan keputusan yang diperluas pada situasi dengan keterlibatan tinggi (Herbert Krugman, 1983)
Tabel 2
Empat Jenis Perilaku Pembelian Konsumen

Keterlibatan tinggi
Keterlibatan rendah
Perbedaan besar antar merek
Perilaku pembelian yang rumit
Perilaku pembelian yang mencari variasi
Perbedaan kecil antar merek
Perilaku pembelian yang mengurangi ketidaknyamanan
Perilaku pembelian yang rutin/biasa

Customer-based brand equity adalah pengaruh differensial yang dimiliki oleh suatu ekuits merek akibat kesesuaiannya dengan nilai yang dimiliki pelanggan sehingga merek tersebut dapat memberikan superior customer value. Satu merek memiliki customer-based brand equity yang positif apabila diidentifikasikan sebagai merek yang memiliki nilai lebih dibandingkan pesaingnya. Akibatnya adalah pelanggan lebih mudah menerima new brand extension serta tidak sensitif terhadap kenaikan harga (Rangkuti, 2004).
Untuk mengelola agar merek bisa sukses dalam pasar, para manajer harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Persepsi Pelanggan harus dipelajari karena persepsi adalah dasar untuk kegiatan lain. Peningkatan pemahaman tentang persepsi pelanggan juga penting karena telah terbukti bahwa para manajer melihat image dari retail mereka berbeda dari pesaing mereka (Birtwistle et al., 1999). Dengan mengetahui sikap konsumen, seorang pemasar harus dapat (1) Memahami mengapa penjualan sekarang turun atau naik, dan (2) meningkatkan bauran pemasaran untuk meningkatkan sikap konsumen (3) lebih memahami bagaimana penggunaan merek dapat mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian. Untuk alasan ini, pemasar terus memantau sikap konsumen. Bahkan, sikap konsumen mengenai merek sering secara langsung mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak.

Proses Pengendalian Manajemen pada PT Indosat, Tbk



Pada proses pengendalian manajemen, terdapat perbedaan manajer dalam gaya kepemimpinan, kemampuan interpersonal, kemampuan teknis, pengalaman, dan pendekatan dalam pembuatan keputusan. Karena itu, dalam proses pengendalian manajemen terdapat proses interaksi antara manajer dan interaksi antara manajer dengan karyawan. Kegiatan-kegiatan dalam proses pengendalian manajemen formal meliputi perencanaan strategi, penyusunan anggaran, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam analisa akan dibedakan antara proses pengendalian manajemen pada perusahaan dan pengendalian manajemen pada divisi secara khusus.
1)       Perencanaan Strategi
Perencanaan strategi perusahaan harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang ada. Sebelum melakukan analisis pada perencanaan strategi, digunakan analisa SWOT umtuk mengetahui kondisi perusahaan. Strengths (kekuatan) yang dimiliki perusahaan, yaitu :
ü       Adanya hak duopoli
ü       Pengalaman dalam mengelola bisnis telekomunikasi internasional
ü       Rangkaian produk dan jasa yang luas
ü       Memiliki teknologi yang mutakhir
ü       Kualitas produk dan jasa
ü  Adanya citra perusahaan yang baik
Weaknesses (kelemahan) yang dimiliki perusahaan, yaitu:
ü  Kurangnya keinginan bersaing secara ketat karena adanya hak duopoli yang dimiliki.
Opportunities (kesempatan) yang dimiliki perusahaan, yaitu :
ü    Besarnya pasar domestik yang belum tergarap
ü  Perluasan bisnis baru yang mencakup core bisnis yang cukup menguntungkan
ü    Bisnis telekomunikasi global yang menjanjikan.
Threats (Ancaman) untuk perusahaan adalah
ü  Masuknya pendatang baru terutama dari luar negri sehubungan dengan berakhirnya hak duopoli yang dimiliki
ü    Adanya kompetisi global yang memasuki pasar domestik
ü  Krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Visi PT Indosat adalah menjadi penyelenggara jasa dan jaringan telekomunikasi terpadu berfokus seluler/ nirkabel yang terkemuka di Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut, PT Indosat menerapkan strategi bisnis yakni dengan business focus re-engineering dan restrukturisasi organisasi yang berkelanjutan. Pada business focus re-ngineering, indosat fokus pada segmen seluler. Sedangkan pada restrukturisasi organisasi, indosat melakukan implementasi integrasi operasi satelindo dan IM3 melalui Indosat’s Cellular Integration Team, yakni satu jaringan, satu keputusan manajemen dan financial, serta sentralisasi manajemen. Disini ditekankan indosat sebagai operating seluler dan bukan sebagai holding company. Strategi-strategi ini dilihat sebagai target jangka panjang PT Indosat
Sehubungan dengan krisis ekonomi, ditambah dengan krisis moneter yang melanda Indonesia, PT Indosat juga terkena imbasnya dan mengalami masa sulit. Banyak bisnis di Indonesia yang terhambat karena kondisi ekonomi yang fluktuatif, ketidakstabilan politik, dan gejolak sosial. Situasi tersebut mempengaruhi pertumbuhan permintaan jasa telekomunikasi internasional di Indonesia. Dalam hal ini, indosat perlu berhati-hati dalam kegiatan operasi dan manajemen financial, terutama terhadap mata uang asing (nilai tukar rupiah terhadap dolar).
Oleh karena itu, PT Indosat perlu mencari cara yang ekonomis untuk menurunkan beban pembelanjaan pada mata uang asing, misal dengan mengurangi sirkuitnya, yakni dengan menggunakan sirkuit kabel yang lebih murah daripada satelit yang memakan biaya banyak. Karena lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah, biaya telekomunikasi menjadi meningkat, oleh karena itu untuk beban operasilonal sebaiknya diupayakan lebih rendah dari pendapatan operasional perusahaan, serta meningkatkan profit margin. PT Indosat juga perlu melakukan suatu kebijakan yang menyangkut situasi krisis ekonomi di Indonesia, dan dalam hal ini indosat perlu memperhatikan dana utang perusahaan.
PT Indosat perlu memperhatikan kinerja anak perusahaannya. Untuk mencegah dampak dari kinerja anak perusahaan indosat, maka indosat perlu melakukan diversifikasi bisnis, yang dapat memperbaiki posisi keuangan perusahaan dalam jangka pendek dan sesuai dengan strategi jangka panjangnya.

2)      Penyusunan Anggaran.
Anggaran merupakan bagian yang penting untuk perencanaan efektif jangka pendek dan kontrol dalam organisasi. Penyelenggaraan anggaran biasanya meliputi satu tahun. Anggaran mempunyai karakteristik sebagai berikut:
ü  Anggaran memperkirakan keuntungan yang potensial dari unit usaha perusahaan.
ü  Dinyatakan dalam istilah moneter.
ü  Biasanya meliputi waktu selama satu tahun.
ü  Merupakan perjanjian manajemen, bahwa manajer setuju untuk bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan dari anggaran.
ü  Usulan anggaran diperiksa dan disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari pembuat anggaran.
ü  Sekali disetujui, anggaran hanya dapat dirubah dalam kondisi tertentu.
ü  Secara berkala kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran dan perbedaannya dianalisis dan dijelaskan.
Penyusunan anggaran pendapatan tahunan PT Indosat,Tbk dilakukan oleh bagian penyusunan anggaran, yaitu Group Controlling khususnya pada Divisi Revenue Analysis and Controlling. Divisi ini berada dibawah tanggungjawab dan koordinasi Group Head (GH) Controlling. Divisi ini berfungsi untuk menganalisis dan mengontrol setiap revenue yang ada di PT Indosat, Tbk. Divisi Revenue Analysis and Controlling sendiri terbagi menjadi 3 bagian yakni Cellular Revenue Analysis & Controlling, Fixed-MIDI Revenue Analysis & Controlling, Region Revenue Analysis & Controlling.   Bagian Fixed-MIDI Revenue Analysis & Controlling mempunyai fungsi sebagai berikut :
ü  Mengevaluasi dan menganalisis Fixed & MIDI revenue untuk setiap produk dan jasa.
ü  Membuat laporan bulanan PT IndosatPCO (Parent Company Only)
ü  Melakukan koordinasi dengan departemen lainnya, khususnya untuk implementasi program pada jaringan dan IT yang berhubungan dengan Fixed & MIDI revenue
ü  Mengevaluasi dan menjalankan SAP module yang berhubungan dengan Fixed & MIDI revenue
ü  Menargetkan revenue untuk "revenue driver Group and analyze"
ü  Menargetkan revenue setting untuk Director KPI dan menyediakan sesuai dengan realisasinya.
Dilihat dari proses penyusunan anggaran pada PT Indosat,Tbk sudah baik. Hal ini antara lain karena melibatkan semua divisi dan cabang yang ada di perusahaan, sesuai dengan pendapat Anthony dan Govindarajan (2007), proses penyusunan anggaran merupakan suatu proses negosiasi antara manajer pusat pertanggungjawaban dengan atasannya. Sebagai perusahaan besar, PT Indosat,Tbk menyusun anggaran untuk menghasilkan anggaran perusahaan secara umum dan anggaran terinci dari masing-masing divisi. Kepala divisi diberi tanggung jawab untuk melakukan otorisasi jumlah yang diijinkan untuk dikeluarkan dalam anggaran setiap divisi dengan menggambarkan kinerja yang akan dihasilkan sehingga anggaran ini juga menjadi salah satu dasar untuk menilai kinerja divisi. Keterlibatan direksi sebagai manajer puncak dalam menyusun anggaran membuat sistem anggaran dapat secara efektif memotivasi para pelaksana dan pengusul anggaran.

3)      Pelaksanaan
Pelaksanaan Pengendalian Perusahan pada PT. Indosat, Tbk di pegang oleh Direktur Utama dibantu tujuh Direktur yang masing-masing membawahi satu direktorat.Dalarn satu direktorat terbagi lagi menjadi beberapa Group, masing-masing dikepalai oleh seorang Group Head (GH). Setiap Group Head membawahi beberapa Divisi yang dikepalai oleh seorang Division Head (DH), dibantu oleh beberapa Manager yang masing-masing membawahi suatu Bagian. Adapula beberapa fungsi/tugas untuk setiap divisi yang meliputi:
ü  Direktur Utama, bertugas memimpin, mengawasi, mengkoordinasi tugas-tugas dan PT Indosat sesuai peraturan perundang-undanganyang berlaku.
ü  Wakil Direktur Utama, bertugas membantu dalam pelaksanaan menjalankan roda perusahaan.
ü  Direktur, bertugas mengkoordinasi, melaksanakan pengawasan terhadap unit
pelaksanaan operasionalyang dibawahinya.
ü  GroupHead, bertugas:
·       Mengarahkan, mengkoordinasidan mengevaluasi pelaksanaan ketja dan bagianbagian yang ada dalam Group tersebut.
·       Mengevaluasi dan merumuskan kebijakan Direktur yang bersangkutan dan
mengimplementasikan pada masing-masing divisi serta menyampaikan
alternatif penyempurnaan.
·      Mengevaluasi setiap masukan dan usulan yang diterima dari bagian masing-masing Division Head.
ü  Division Head, bertugas:
·      Mengerahkan, mengkoordiansi dan mengevaluasi pelaksaan kerja dari bagian-bagian yang ada dalam divisi tersebut.
·      Mengevaluasi setiap kebijakan direktur yang bersangkutan dan divisi masingmasing serta menyampaikan alternatifpenyempumaan.
·      Merumuskan kebijakan direktur ke dalam kegiatan operasional masing-masing divisi.
·      Mengevaluasi setiap masukan dan usulan yang diterima dari bagian masing-masing divisi.
Dari penjelasan di atas PT Indosat Tbk telah cukup baik dalam mengawasi pelaksanaan Pengendalian dan juga termasuk anggaran, hal ini semakin baik dengan di bentuknya Komite Audit. Komite Audit dari PT Indosat Tbk melaksanakan tugasnya berdasarkan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Dewan Komisaris. Berdasarkan perjanjian, Komite harus terdiri atas sekurang-kurangnya satu orang Komisaris Independen dan dua tenaga ahli independen eksternal sebagai anggota. Salah seorang Komisaris Independen diangkat sebagai Ketua.

Dari analisis diatas dapat disimpulkan, bahwa:
a.   Proses pengendalian manajemen PT Indosat Tbk terdiri dari: perencanaan strategi, penyusunan anggaran dan pelaksanaan.
b.   PT Indosat Tbk menerapkan strategi bisnis yakni dengan business focus re-engineering dan restrukturisasi organisasi yang berkelanjutan. Pada business focus re-ngineering, indosat fokus pada segmen seluler. Sedangkan pada restrukturisasi organisasi, PT Indosat Tbk melakukan implementasi integrasi operasi satelindo dan IM3 melalui Indosat’s Cellular Integration Team.
c.   Penyusunan anggaran pendapatan tahunan PT Indosat,Tbk dilakukan oleh bagian penyusunan anggaran, yaitu Group Controlling khususnya pada Divisi Revenue Analysis and Controlling. Divisi ini berada dibawah tanggungjawab dan koordinasi Group Head (GH) Controlling. Divisi ini berfungsi untuk menganalisis dan mengontrol setiap revenue yang ada di PT Indosat, Tbk.
d.   Pelaksanaan Pengendalian Perusahan pada PT. Indosat, Tbk di pegang oleh Direktur Utama dibantu tujuh Direktur yang masing-masing membawahi satu direktorat.Dalarn satu direktorat terbagi lagi menjadi beberapa Group, masing-masing dikepalai oleh seorang Group Head (GH). Setiap Group Head membawahi beberapa Divisi yang dikepalai oleh seorang Division Head (DH), dibantu oleh beberapa Manager yang masing-masing membawahi suatu Bagian.

Dampak Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Kontradiksi Pengambilan Keputusan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah



Pada beberapa tahun belakangan ini telah dilaksanakan suatu wacana dari pemerintah pusat yaitu otonomi daerah atau yang dikenal pula dengan nama desentralisasi. Dengan adanya otonomi daerah ini maka pemerintah pusat memberikan kelonggaran atau kesempatan yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk membuat kebijakan. Berbagai kebijakan dapat diambil oleh pemerintah daerah dengan tujuan untuk mengambil langkah bagi daerahnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan yang terjadi. Hal ini dianggap merupakan yang terbaik karena didasarkan kepada asumsi bahwa setiap daerah memiliki lingkungan yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda dan pemerintah di daerah itulah yang mengetahui apa yang terbaik bagi daerahnya.
            Permasalahannya adalah beberapa daerah belum siap menerima otonomi daerah ini sehingga terkadang kebijakan yang dibuat justru tidak menghasilkan output yang diharapkan. Bahkan beberapa kebijakan terkadang menyudutkan beberapa kalangan tertentu, diantaranya adalah kalangan pebisnis tertentu di suatu industri. Dalam paper ini akan dibahas mengenai salah satu contoh kebijakan pemerintah daerah yang berpengaruh terhadap lingkungan bisnis, akan diambil contoh mengenai industri telekomunikasi.
            Pada dasarnya, industri telekomunikasi di Indonesia berkembang berdasarkan Undang-Undang no.3 tahun 1989 yang diperkuat oleh Undang-Undang no.36 tahun 1999 mengenai telekomunikasi. Dengan landasan demikian maka dibentuk peraturan-peraturan mengenai industri telekomunikasi baik untuk telepon tetap dan juga telepon bergerak atau telepon seluler. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya adalah mengenai penyelenggara jasa telekomunikasi yaitu telepon tetap yang dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara yaitu Telkom untuk sambungan langsung jarak dekat kemudian berbagi dengan Indosat untuk sambungan langsung jarak jauh dan juga sambungan langsung internasional. Dengan demikian maka memang telah dituliskan bahwa sistem monopoli dan duopoli dilegalkan oleh pemerintah untuk sambungan ini. Sedikit ironis mengingat pada pasal 10 dalam Undang-Undang no.36 terdapat larangan monopoli, akan tetapi mungkin pasal ini hanya berlaku bagi para pelaku yang bergerak di bidang operator seluler yang memang dilepas ke berbagai kalangan baik itu dari anak perusahaan BUMN seperti Telkomsel atau pihak swasta seperti Bakrie Telecom atau Excelcomindo Pratama yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh Telecom Malaysia sehingga diharapkan persaingan terbentuk sempurna dan sesuai dengan perilaku konsumen di pasar.
            Sesuai dengan UU tersebut pula, pemerintah memiliki beberapa hak untuk melakukan intervensi termasuk diantaranya adalah perijinan mengenai infrastruktur, regulasi mengenai tarif, penomoran dan spektrum sinyal yang dipakai. Namun kenyataannya pada level nasional pemerintah cukup sering melakukan kebijakan yang merugikan kalangan ini seperti ketika regulasi tarif yang kurang jelas sehingga muncul perang tarif antar operator atau kebijakan satu menara pemancar yang didasarkan pada Pemenkominfo no.2 tahun 2008 yang akan dibahas lebih lanjut selanjutnya. Pada akhirnya hal ini akan memancing munculnya indikasi praktek monopoli dan juga kontradiksi dengan Peraturan Daerah karena menurut pemerintah pengelolaan pemancar ini akan diberikan kepada pihak ketiga sehingga operator dapat dikatakan sebagai penyewa dari pemancar ini. Berikut akan dibahas mengenai masalah dan kontradiksi Peraturan Pusat dan Daerah tersebut.

Ketika tekanan dari pemerintah pusat yang ditambah dari tekanan lingkungan eksternal akibat krisis moneter sudah cukup mengkhawatirkan dirasakan oleh industri, ternyata kebijakan yang diakibatkan desentralisasi juga cukup membuat pelaku industri telekomunikasi kembali dirugikan.
            Kronologisnya dimulai ketika masalah menara dianggap pemerintah daerah mengurangi keindahan kota karena penataannya yang memang kurang diatur sehingga tersebar di berbagai tempat. Beberapa wilayah seperti Jogjakarta dan Palu dianggap kurang baik dalam mengatur pembangunan menara tersebut. Dengan keadaan yang demikian maka banyak pemerintah daerah yang kemudian mengeluarkan peraturan mengenai penataan yang jauh lebih baik.
Ketika dilihat dari tujuan dari kebijakan ini maka dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai adalah keindahan dan tata kota yang baik, namun kenyataannya beberapa kebijakan mengenai menara pemancar ini cukup mengganggu para pelaku di industri telekomunikasi. Dimulai dari kabupaten Badung, Bali. Pemerintah daerah kabupaten ini mengeluarkan suatu kebijakan yang menurut pemerintah daerah setempat didasarkan kepada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi no.2 tahun 2008 mengenai penggunaan menara telekomunikasi bersama. Inti dari peraturan ini adalah adanya usaha pemerintah untuk menerapkan sistem satu menara untuk beberapa perusahaan operator seluler. Satu menara ini dibangun dan kemudian dikelola oleh pihak ketiga yang bukan merupakan bagian dari kumpulan para operator seluler. Sehingga pada dasarnya para operator seluler mengadakan kerjasama dengan pihak tertentu untuk pengelolaan menara pemancar yang dipakai bersama-sama dengan difasilitasi pemerintah.
Pada dasarnya peraturan ini dikeluarkan dengan beberapa tujuan. Bagi pemerintah bermanfaat dalam: Hadirnya perusahaan-perusahaan nasional pengelola menara, menekan biaya investasi, sehingga terjadi realokasi biaya ke bagian lain sektor telekomunikasi yang lebih bermanfaat, menekan biaya operator telekomunikasi sehingga tarif dari operator telekomunikasi menjadi lebih kompetitif.
Sedangkan, manfaat kebijakan ini bagi operator seluler adalah : Mereka dapat lebih fokus pada bisnis inti sebagai operator, menekan biaya serendah mungkin melalui model outsourcing, memperoleh kepastian untuk bisa mendapatkan tempat bagi sarana telekomunikasi yang akan digunakannya, dan tidak terbebani oleh kondisi tidak perlu yang selama ini muncul dalam proses pengelolaan menara.
Sistem ini pada dasarnya memiliki tujuan yang baik akan tetapi karena peraturan yang belum terlalu jelas mengatur maka dikhawatirkan terjadi berbagai masalah diantaranya adalah pengelolaan menara oleh pihak ketiga yang memiliki kecenderungan monopolistik.
Seiring dengan perkembangan otonomi daerah, maka pemerintah daerah kemudian menafsirkan kebijakan tersebut dengan berbagai persepsi. Pemerintah daerah kemudian beramai-ramai mengeluarkan Peraturan Daerah untuk mengatur hal ini. Hal yang paling ekstrim terjadi di Badung. Pemda Badung mengeluarkan suatu Perda, dan kemudian mengadakan kontrak dengan salah satu perusahaan lokal yaitu PT Bali Towerindo Sentra tanggal 7 Mei 2007. Kontrak itu tentang Penyediaan Infrastruktur Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung. Dalam perjanjian disebutkan, Pemda Badung memberikan izin kepada PT Bali Towerindo untuk pengadaan dan pengelolaan BTS di Kabupaten Badung, setelah perusahaan itu menang lelang. Atas perjanjian itu, Pemda Badung tidak akan menerbitkan izin menara ke perusahaan lain di Badung. Pemda Badung juga tidak akan memperpanjang operasional baik sementara atau tetap atas menara telekomunikasi yang sudah ada (existing tower) di Badung. Bagi pemilik existing tower, Pemda Badung meminta agar membongkar sendiri menaranya. Jika tidak, Pemda Badung akan membongkar paksa tapi atas biaya para pemilik menara.
Permasalahan mulai berkembang ketika Pemda dengan perusahaan tersebut mengadakan aksi yang sangat merugikan. Dengan berdalih tidak mengikuti peraturan Pemda untuk membangun menara bersama PT Bali Towerindo Sentra, maka Pemda kemudian merubuhkan tiga menara pemancar yang dikelola oleh Indonesian Tower yang sebenarnya merupakan pemancar bersama yang digunakan oleh operator seluler diantaranya Telkomsel, Excelcomindo Pratama (XL), Mobile 8 Telecom dan Natrindo Telepon Seluler sebagai pemegang merek Axis di Indonesia. Perkembangan kasusnya kemudian adalah pihak Indonesian Tower dan operator seluler yang merasa dirugikan kemudian membawa kasus ini ke meja pengadilan tepatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, Bali. Perkembangannya adalah pihak PTUN pada bulan Mei 2009 memenangkan pihak Indonesian Tower dan operator seluler serta mewajibkan kepada pihak Pemda Badung untuk membayar ganti tugi kepada pihak yang dimenangkan, pihak Pemda Badung sendiri diberikan waktu paling lama 14 hari untuk mengajukan banding.